[BENGKULU] Seluas 700.000 dari 1,3 juta hektare (ha) hutan di Provinsi Bengkulu dewasa ini dalam kondisi kritis. Hutan kritis seluas itu tersebar di sembilan daerah tingkat II yang ada di Bengkulu, termasuk Kota Bengkulu.
Hal tersebut diungkapkan Kepala Balai Pengendalian Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Bengkulu, Mintardjo kepada SP, di Bengkulu, Sabtu (5/4) pagi.
Hutan yang kritis di Bengkulu meliputi hutan lindung, hutan cagar alam, hutan suaka alam, hutan Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS) dan hutan taman buruh. Namun, Mintardjo tidak menjelaskan secara terperinci luas hutan kritis dari masing-masing jenis hutan tersebut.
"Yang jelas, dari hasil pemantauan kita di lapangan dewasa ini luas hutan kritis di Provinsi Bengkulu ada 700.000 ha atau 60 persen dari luas hutan. Kondisi ini, jika tidak segera diantisipasi semua pihak akan mendatangkan bencana alam pada masa mendatang, yakni banjir pada musim hujan dan kekeringan di musim kemarau," ujarnya.
Dikatakan, kerusakan hutan di Provinsi Bengkulu sebagian besar dikarenakan terjadinya aksi perambahan hutan oleh masyarakat di sejumlah daerah tingkat II untuk dijadikan areal perladangan kopi dan tanaman keras lain.
Kerusakan hutan di Bengkulu juga disebabkan aksi pembalakan liar oleh onkum masyarakat yang tidak bertanggung jawab di sejumlah kawasan hutan lindung dan suaka alam di beberapa daerah tingkat II, seperti di Kabupaten Muko-Muko, Bengkulu Utara, Bengkulu Selatan, Rejang Lebong, Seluma, dan Kabupaten Lebong.
"Di enam daerah tingkat II ini sebagian besar hutan lindungnya sudah gundul akibat dirambah masyarakat untuk dijadikan areal perkebunan kopi dan tanam-an keras. Kegiatan perambahan hutan ini jika tidak segera diantisipasi semua pihak dikhawatirkan luas kerusakan hutan di Bengkulu terus meningkat," ujarnya.
Pengawasan
Untuk mengantisipasi kerusakan hutan tersebut, pihak BPDAS Bengkulu selain meningkatkan pengawasan hutan di setiap daerah juga menggelar operasi penertiban kayu bersama instansi terkait, seperti Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), dinas kehutanan tingkat II, dan aparat penegak hukum di Bengkulu.
BPDAS, tambahnya, setiap tahun menyediakan sejumlah bibit kayu dan buah-buahan ratusan ribu batang untuk ditanam di kawasan hutan kritis melalui program rehabilitasi dan reboisasi hutan.
Dari upaya tersebut, tambahnya, diharapkan intensitas perambahan hutan dan pembalakan kayu liar di sejumlah dapat dikendalikan dengan baik, sehingga laju kerusakan hutan di daerah ini dapat dikurangi. Dengan demikian, ke depan hutan di Bengkulu dapat terpelihara dengan baik.
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Bengkulu, Chairil Burhan tidak membantah jumlah luas hutan kritis di Bengkulu sudah mencapai 700.000 ha. Tingkat kerusakan hutan di Bengkulu sekarang ini sudah sangat mengkhawatirkan hampir 60 persen dari luas hutan di daerah ini dalam kondisi kritis.
Untuk mengatasi hutan kritis tersebut, Dinas Kehutanan Provinsi Bengkulu setiap tahun melaksanakan program gerakan nasional rehabilitasi hutan dan lahan (Gerhan) di semua daerah tingkat II, termasuk Kota Bengkulu. Untuk 2007, pihaknya melaksanakan rehabilitasi hutan dan lahan di Provinsi Bengkulu seluas 9.720 ha.
Dalam proyek Gerhan ini ditanam berbagai jenis kayu kualitas ekspor dan buah-buahan, seperti durian, kemiri, surian, manggis, dan jengkol. Sedangkan, jenis kayu yang ditanam meliputi, kayu bambang, bawang, meranti, dan tenam.
Sementara itu, Kepala Balai Besar Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) Kerinci, Suyatno Sukandar mengatakan, sedikitnya 24.000 ha kawasan hutan TNKS wilayah Kabupaten Kerinci, Jambi dalam kondisi kritis. Kawasan hutan tersebut sudah gundul akibat pembalakan liar, perambahan hutan, dan pembukaan ladang secara liar.
Pihaknya sangat sulit menghentikan kegiatan pembalakan liar di kawasan TNKS, karena keterbatasan tenaga, peralatan, dan dana pengamanan taman nasional itu. Kemudian perambahan hutan dan perladangan di kawasan taman nasional itu sulit diberantas karena para pelakunya banyak berasal dari daerah lain seperti Provinsi Bengkulu dan Sumatera Selatan.
Dikatakan, penanggulangan hutan kritis di TNKS sangat sulit dilakukan karena wilayahnya sangat luas dan anggaran dana yang terbatas. Penanggulangan kawasan hutan kritis di TNKS yang dilakukan hingga kini baru pendataan. Sedangkan, penghijauan kembali kawasan hutan TNKS yang gundul tersebut belum dapat dilaksanakan.
"Balai TNKS bekerja sama dengan jajaran dinas kehutanan dan lembaga swadaya masyarakat saat ini sedang mendata kawasan hutan TNKS yang sudah gundul dan dijadikan perladangan liar. Kawasan hutan kritis yang sudah terdata, yakni di wilayah Kecamatan Gunung Raya, Gunung Kerinci, dan Kayuaro," katanya. [143/141/148/149]
Sumber:
http://www.suarapembaruan.com/News/2008/04/05/Nusantar/nus01.htm
0 komentar