Gajah Sumatera, Nasibmu Kini ... (lanjutan 2)
Pada tahun 1995 melalui SK Menhut No. 658/Kpts-II/1995 kawasan yang luasnya hanya 6.865 ha ini ditetapkan sebagai Hutan Poduksi dengan fungsi khusus. Khusus karena didalamnya ada habitat gajah dan kawasan ini ingin dijadikan tempat pelatihan gajah. Keputusan ini dikeluarkan karena pada tahun 1988 konflik antara manusia dan dan gajah mulai terjadi di Provinsi Bengkulu.
Di Sumatera populasi gajah pada tahun 1992 diperkirakan 2800-5000 ekor. Namun pada tahun 2007 populasi ini berkurang drastis menjadi 2400-2800 ekor (Gajah Action Plan 2007). Sementara populasi di Bengkulu saat aku tanya dengan bapak-bapak yang ada di BKSDA Bengkulu, jumlahnya pada tahun 1992 sekitar 375-390 ekor. Sedangkan sekarang jumlah populasinya sekitar 120-140 ekor.
Semakin terancamnya keberadaan satwa gajah di Asia termasuk di Indonesia pada tahun 1996 IUCN sudah memasukkan satwa gajah kedalam The IUCN Red List of Threatened Species atau kedalam daftar merah spesies terancam punah. Dan saat ini satwa gajah juga sudah masuk kedalam Apenddix I CITES.
Di Bengkulu terdapat dua kantong gajah yang tersisa, yaitu Kelompok PKG Seblat (HPT Lebong Kandis-Hutan Produksi Air Rami), dan Kelompok Air Teramang. Sebelumnya pada tahun 1992 terdapat delapan kantong habitat gajah. Jumlah gajah liar yang ada di PKG Seblat saat ini diperkirakan sekitar 60-80 ekor. Selain itu juga teradapat 21 ekor gajah binaan dan terdapat flora dan satwa lainnya seperti tapir, harimau sumatera, beberapa jenis primata dan berbagai jenis burung. Gajah bianaan ini ditangkap pada tahun 90'an saat banyaknya gajah-gajah yang masuk ke perkebunan dan pemukiman masyarakat. Setiap ekor gajah binaan dirawat dan dijaga oleh seorang pawang gajah atau mahot. Namun sekarang berdasarkan keputusan pemerintah dan kesepakatan para pemerhati gajah tidak diperkenankan lagi melakukan penangkapan gajah-gajah liar untuk dijinakan.
Luas kawasan PLG Seblat yang hanya 6.865 ha tidaklah memadai sebagai habitat kelompok gajah di PLG Seblat. lokasi ini telah dikelilingi oleh perkebunan sawit yang ikut menyebabkan pergerakan gajah menjadi semakin sempit dan hanya ada satu koridor yang menghubungkan antara PLG Seblat dengan TN Kerinci Seblat. Nasib koridor ini terakhir aku kesana sudah terputus oleh perambah dan sudah menjadi pemukiman masyarakat. Dan sekarang habitat gajah ini sudah terkurung oleh perkebunan sawit dan pemukiman masyarakat. Yaaa... kita tinggal tunggu saja human elephant conflicts yang akan terjadi di Bengkulu. Idealnya satu ekor gajah membutuhkan luas areal untuk makannya adalah 200 ha. Kebutuhan makan gajah adalah 5-10% dari berat badannya. Jika populasi gajah di PKG Seblat diperkirakan sekitar 80 ekor, maka luas areal yang dibutuhkan adalah 16.000 ha lahan berhutan.
Ancaman terhadap kelestarian satwa dan flora di kawasan hutan PKG Seblat saat ini semakin kompleks. Mulai dari pembukaan lahan hutan untuk perladangan oleh masyarakat, perambahan, illegal loging serta perburuan liar. Maraknya perburuan gading gajah, membuat kelangsungan hidup gajah-gajah jantan yang ada di PKG Seblat semakin terancam. Selain itu juga banyak gajah-gajah yang dibunuh disaat mereka memasuki areal perkebunan masyarakat.
Ditulis oleh Een Irawan Putra
Email : irawanputra@gmail.com
0 komentar