Di Kecamatan Putri Hijau, Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu, Taman Wisata Alam (TWA) Seblat seluas 7.000 hektar adalah rumah bagi sekitar 100 ekor gajah sumatera, harimau sumatera, beruang madu, tapir, burung rangkong, dan jenis fauna lain. Kawasan di bawah pengelolaan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu itu menjadi habitat asli bunga terbesar di dunia, endemis Sumatera, Rafflesia arnoldii.
TWA Seblat berfungsi sebagai Pusat Latihan Gajah (PLG) pula. Kini, 19 gajah sumatera dibina di taman ini. Kantong populasi terakhir gajah sumatera di Bengkulu itu lebih dikenal dengan nama PLG Seblat, sebab penunjukannya sebagai TWA belum berjalan setahun.
PLG Seblat bisa dicapai dari Kota Bengkulu, paling lama lima jam melalui jalan lintas barat Sumatera ke arah utara. Permukiman warga dan hamparan kebun kelapa sawit akan menyambut kita sebelum sampai di tepi Sungai Seblat. Di seberang sungai itulah kamp PLG Seblat berada. Menyeberangi Sungai Seblat selebar sekitar 30 meter memakai perahu kayu atau menaiki gajah akan menguji keberanian kita.
Interaksi dengan gajah
Daya tarik utama PLG Seblat ialah interaksi dengan gajah sumatera binaan. Kita bisa menjalani aktivitas seharian bersama mahout atau pawang gajah, mulai dari memandikan, memberi makan, hingga membawa gajah masuk hutan untuk mencari makan.
Saat liburan, suasana PLG Seblat meriah. Habitat gajah ini menjadi daerah tujuan wisata warga di sekitar Kecamatan Putri Hijau. Pengunjung juga bisa menyusuri sungai menggunakan perahu nelayan yang didatangkan dari muara Sungai Seblat. Namun, selama ini pengunjung TWA Seblat masih didominasi oleh relawan, mahasiswa, dokter hewan, atau rombongan anak sekolah di sekitar kawasan itu. Juga lebih banyak warga negara asing yang berkunjung dibandingkan dengan turis domestik.
Seorang relawan untuk anak gajah sumatera asal Australia, Amanda French, mengatakan, tidak seperti obyek wisata yang menyuguhkan alam dan satwa liar sebagai atraksi utama, di PLG Seblat wisatawan dapat berinteraksi langsung dengan satwa liar tanpa batasan, mulai dari pagi hingga malam. ”Tengah malam begitu penerangan dari genset dimatikan, semuanya jadi gelap gulita. Hanya suara satwa dalam hutan yang menemani,” paparnya.
Koordinator PLG Seblat, Ernie Suyanti Musabine, menambahkan, saat ini pihaknya masih merintis pengembangan taman itu sebagai tujuan ekoturisme. Karena itu, secara bertahap kamp di PLG Seblat diperbaiki agar lebih nyaman ditinggali oleh pengunjung. Promosi pun dilakukan tidak hanya kepada publik dalam negeri, tetapi juga luar negeri.
Menurut Suyanti, PLG Seblat tak menawarkan pertunjukan binatang, melainkan pemanfaatan gajah jinak untuk wisata. Wisatawan juga tidak hanya menikmati sensasi alam sumatera, tetapi juga mendapatkan edukasi seputar hutan dan keanekaragaman hayati di kawasan itu. Ke depan, wisatawan yang datang juga bisa menikmati seni budaya dan keramahtamahan warga setempat. Wisatawan pun bisa tinggal di rumah warga.
Relawan asing pun kini membantu mengembangkan PLG Seblat sebagai daerah tujuan ekowisata. Relawan asal Australia, Bruce Levick, ialah yang membangun laman kebun binatang Australia dan sekarang membuatkan laman khusus utuk PLG Seblat. Melalui laman itu, warga juga bisa menjadi orangtua angkat bagi gajah binaannya dengan memberikan donasi bagi pengembangan PLG. (Adhitya Ramadhan)
0 komentar