29/08/08
Bengkulu (ANTARA News) - Sejak 2005 lalu, tim survai gajah Flora Fauna Internasional (FFI) mengaku kehilangan jejak dua kawanan/kelompok gajah Sumatera yang terdapat di Kabupaten Mukomuko, yang hingga saat ini belum diketahui keberadaan sekitar 50 ekor gajah Sumatera tersebut.
"Terakhir tahun 2005 kita masih bertemu kawanan gajah itu, kita sebut kelompok Air Dikit berjumlah 30 ekor dan satu lagi kelompok Air Brau, kurang lebih 20 ekor," kata Muhammad Andri, tim survai Monitoring Harimau Gajah Sumatera (MHGS), yang diprakarsai LSM International (FFI), saat mendampingi Pers dalam kegiatan media Trip, dua hari menjelajah areal yang menjadi habitat gajah Sumatera di HP Air Teramang dan HPT Air Ipuh, Kamis.
Namun sejak pertemuan terakhir itu, kata andri, timnya tidak pernah lagi menemukan jejak kedua kelompok tersebut.
Perkiraan sementara, anggota dua kelompok gajah itu bergabung dengan kawanan/kelompok gajah Air Teramang yang saat ini menjadi satu-satunya kelompok gajah Sumatera yang hidup diluar kawasan Pusat Konservasi Gajah (PKG) Seblat Kecamatan Putri Hijau Kabupaten Bengkulu Utara.
"Sebenarnya kita juga tanda tanya besar seolah-olah dua kawanan gajah ini hilang ditelan bumi," katanya.
Dari hasil survei tahun 2007 dikatakannya, tim menemukan jejak dan kotoran dan diperkirakan 20 ekor gajah Sumatera di wilayah perbatasan Bengkulu-Jambi sekitar 10 Km dari Tanjung Kasri kabupaten Bangko Provinsi Jambi melintasi Taman Kerinci Sebelat (TNKS).
Namun kemungkinan ini menurutnya sangat kecil karena jejak yang sangat jauh mencapai ratusan kilometer dengan perjalanan tiga hari dan topografi pegunungan yang terjal.
Polhut BKSDA Bengkulu yang diperbantukan di MHGS, Edi Kusuma mengatakan, hilangnya dua kelompok gajah ini cukup misterius.
Setidaknya, kata dia, apabila gajah tersebut menjadi korban perburuan liar atau menjadi korban atas konflik antara gajah dengan manusia, pihaknya masih bisa menemukan bangkai gajah-gajah tersebut.
"Gajah itu memiliki jalur jelajah atau yang biasa kita sebut homreng yang secara rutin akan dilalui, tapi dua kelompok ini tidak pernah lagi berada di dua lokasi habitatnya itu," katanya.
Pada tahun 1992, kata Edi, pihak BKSDA menurunkan 6 tim untuk menyurvei keberadaan Badak Sumatera namun di lapangan pada hari yang sama masing-masing tim bertemu kelompok gajah, artinya pada tahun tersebut bisa dipastikan terdapat enam kelompok gajah.
Penurunan populasi Gajah Sumatera, menurut Edi tergolong cepat. Hal ini berinteraksi positif dengan peningkatan jumlah Perusahaan perkebunan swasta diwilayah ini.
"Hampir seluruh areal HGU perkebunan ini dulunya adalah habitat gajah," tambahnya.
Peneliti dari Universitas Bengkulu (Unib), Rizwar menjelaskan, pada tahun 2001 lalu terdapat empat kelompok Gajah Sumatera yang hidup di habitatnya di hutan Bengkulu yang sebagian besar berada di kawasan Hutan Produksi dan Hutan Produksi Terbatas.
Keempatnya, Kelompok Air KPG Seblat, Kelompok Air Teramang, Kelompok Air Dikit, Kelompok Air Brau. Dua kelompok terakhir inilah menurut tim MHGS tidak pernah ditemukan lagi jejaknya.(*)
COPYRIGHT © 2008
0 komentar